Ramai Gus di Usia Muda, Inilah Dampak Negatif Pernikahan Dini

Ramai Gus di Usia Muda, Inilah Dampak Negatif Pernikahan Dini

Dampak Negatif Pernikahan Dini-(Foto/Freepik)-

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - Warganet ramai membahas pernikahan dini yang dilakukan oleh "Gus" yang menikahi influencer berumur 16 tahun. Keduanya menikah di bawah usia yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 19 tahun.

Pernikahan adalah sebuah ikatan sakral antara dua individu yang memutuskan untuk hidup bersama. Namun, ketika pernikahan terjadi di usia yang terlalu muda, hal ini bisa menimbulkan berbagai dampak negatif pada aspek sosial, psikologis, dan kesehatan fisik.

Di Indonesia, peraturan mengenai usia minimum untuk menikah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan Pasal 7, usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki. Jika ada yang ingin menikah di bawah usia tersebut, harus mendapatkan izin dari pengadilan dengan alasan tertentu.

Meskipun sudah ada ketentuan hukum, banyak yang tetap mengabaikannya dengan menganggap pernikahan dini dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi keluarga. Namun, kenyataannya, pernikahan di usia muda sering kali membawa dampak buruk bagi kehidupan anak yang menikah sebelum cukup matang.

BACA JUGA:Ramai Dibahas, Inilah 5 Faktor Penyebab Pernikahan Dini

Dampak Negatif Pernikahan Dini

Pernikahan dini mengacu pada pernikahan di usia yang belum dianggap matang untuk membangun rumah tangga. Praktik ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik fisik maupun psikologis. Berikut beberapa efek negatif dari pernikahan dini:

Masalah Kesehatan Mental

Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang menikah di bawah usia 18 tahun memiliki risiko hingga 41 persen lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, trauma psikologis (seperti PTSD), dan gangguan disosiatif.

UNICEF juga menegaskan bahwa remaja belum sepenuhnya mampu mengendalikan emosi atau mengambil keputusan yang bijak tanpa arahan dari orang tua.

Akibatnya, konflik dalam rumah tangga dapat memicu kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah. Selain itu, masalah kesehatan mental juga bisa terjadi pada wanita muda yang mengalami keguguran karena tubuh mereka belum sepenuhnya siap untuk kehamilan dan persalinan.

Tekanan Sosial yang Tinggi

Di lingkungan masyarakat yang komunal, pasangan muda menghadapi tekanan sosial untuk memenuhi peran tradisional dalam rumah tangga.

Misalnya, suami harus segera menjadi kepala keluarga dan mencari nafkah, sementara istri bertanggung jawab atas urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Padahal, secara psikologis, pasangan yang menikah di usia muda belum tentu siap menjalankan tanggung jawab sebesar itu.

Risiko Kecanduan

Pasangan muda yang menikah dini cenderung lebih rentan terhadap kecanduan, baik merokok, alkohol, narkoba, maupun perjudian. Ini disebabkan oleh upaya mereka untuk mengatasi stres dan tekanan yang seharusnya belum menjadi beban pada usia tersebut.

Kurangnya pengetahuan tentang cara mengelola stres dengan sehat membuat mereka lebih mudah terjebak dalam perilaku berisiko.

BACA JUGA:Jenis Medical Check Up Sebelum Menikah, Calon Pengantin Harus Tahu!

Tingkat Risiko Infeksi Menular Seksual Lebih Tinggi

Pasangan yang melakukan hubungan intim sebelum usia 18 tahun memiliki risiko lebih besar mengalami infeksi menular seksual. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.

Peningkatan Risiko Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Pernikahan dini meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga, terutama bagi wanita. Usia yang masih muda membuat pasangan belum mampu berpikir dewasa dan mengelola emosi dengan baik.

Emosi yang tidak stabil bisa membuat pasangan lebih mudah terlibat dalam kekerasan fisik maupun verbal. Wanita yang menikah muda juga lebih rentan terhadap kekerasan seksual dalam rumah tangga, terutama jika jarak usia dengan pasangan cukup jauh atau mereka tinggal jauh dari pengawasan orang tua.

Tingkat Ekonomi yang Rendah

Menikah di usia muda seringkali mengakibatkan terputusnya pendidikan dan berkurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan diri. Masa muda yang seharusnya dihabiskan untuk belajar menjadi terbatas karena harus menjalankan tanggung jawab rumah tangga dan merawat anak.

Baik pria maupun wanita seringkali harus meninggalkan sekolah untuk mencari nafkah atau mengurus keluarga, sehingga menurunkan potensi ekonomi mereka di masa depan.

Pernikahan dini bukanlah keputusan yang sederhana. Pasangan harus siap secara fisik, emosional, dan finansial sebelum membina rumah tangga agar dapat menghindari konflik dan tantangan yang lebih besar.

Dengan memahami risiko pernikahan dini, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan berupaya mencegah praktik ini demi kesejahteraan generasi muda.***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: